Hari Monyet Sedunia 2025: Aktivis dan Seniman Suarakan Stop Perdagangan Monyet

SKINBEA.COM – Hari Monyet Sedunia diperingati setiap tanggal 14 Desember di berbagai belahan dunia. Perayaan ini bukan sekadar ajang hiburan atau kostum lucu, melainkan momentum penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pelestarian monyet dan primata lainnya yang kini menghadapi ancaman serius.

Sejarah Hari Monyet Sedunia berawal dari ide sederhana dua mahasiswa seni Michigan State University, Casey Sorrow dan Eric Millikin, pada tahun 2000. Awalnya, mereka hanya menuliskan “Monkey Day” di kalender sebagai candaan antar teman kampus. Namun seiring berjalannya waktu, ide tersebut berkembang menjadi perayaan tahunan berskala internasional yang dirayakan oleh pecinta satwa, komunitas lingkungan, seniman, hingga lembaga pendidikan.

Meski tidak diakui sebagai hari libur resmi oleh negara maupun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Hari Monyet Sedunia tetap dimanfaatkan sebagai sarana edukasi tentang pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem dan kesejahteraan primata. Organisasi konservasi global seperti WWF, Wildlife Conservation Society (WCS), dan Jane Goodall Institute kerap menggunakan momentum ini untuk menyoroti isu perdagangan satwa ilegal, perusakan hutan, serta ancaman kepunahan primata.

Di Indonesia, peringatan Hari Monyet Sedunia juga menjadi ajang refleksi atas masih lemahnya perlindungan hukum terhadap monyet. Hal ini terlihat dari aksi publik yang digelar di Yogyakarta pada 15 Desember 2025. Sebanyak 15 aktivis dari Aksi Peduli Monyet, Animal Friends Jogja (AFJ), dan masyarakat sipil menggelar aksi di Titik Nol Kilometer Yogyakarta untuk mendesak larangan perdagangan monyet.

Para aktivisme menyoroti masih maraknya perdagangan monyet dan satwa pembohong lainnya yang berlangsung secara terbuka di pasar hewan. Salah satu permasalahan utama adalah belum adanya peraturan tegas yang melarang perdagangan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Spesies ini belum masuk dalam daftar satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 106 Tahun 2018, meskipun International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah menetapkannya berstatus Endangered atau genting.

Ketiadaan payung hukum tersebut membuat praktik eksploitasi monyet terus berlangsung, mulai dari pemeliharaan ilegal, pembuatan konten hiburan di media sosial, hingga praktik topeng monyet yang masih banyak dijumpai di ruang publik.

Melalui peringatan Hari Monyet Sedunia, para aktivis berharap pemerintah dan masyarakat semakin sadar bahwa monyet bukanlah objek hiburan, melainkan bagian penting dari ekosistem yang harus dilindungi. Ide sederhana yang lahir dari kampus dua dekade lalu kini menjadi gerakan global untuk menggambarkan konservasi satwa liar.

Leave a Comment